Minggu, 15 Mei 2011

awal tahun2011 pengangguran masih 9,25 juta

Problem pengangguran terbuka di Indonesia masih belum bisa di atasi oleh pemerintah. Sepanjang 2009-2010, Kementerian tenaga kerja dan transmigrasi (Kemenakertrans) hanya mampu menurunkan 1,5 persen dari total pengangguran tahun. Memasuki 2011 pengangguran terbuka sekarang ada pada angka 9,25 juta. Program baru pun di sususn Kemenakertrans yakni bekerjasama dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika ( Kemenkominfo ) dalam menyebarkan informasi lowongan kerja
“Target barunya hingga 2014 pengangguran akan di tekan sekitar tujuh persen hingga tiga persen “ Kata Menakertrans Muhaimin Iskandar di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta
Permasalahan baru yang di hadapi Kemenakertrans , tenaga kerja di Indonesia memiliki tingkat pendidikan yang 50 persen lebih hanya lulusan Sekolah Dasar (SD). Selain itu jenis kelulusan calon tenaga kerja tidak sesuai dengan peluang yang tersedia.
Muhaimin mengatakan, pihak kini menggandeng jaringan social masyarakat melalui lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Mulai 2011, informasi lowongan kerja akan di sebar secara lebih luas dengan memanfaatkan televise dan lembaga pendidikan. Anda tiga kelompok yang terlibat dalam penyebaran informasi tenaga kerja yakni dunia industry, dunia pendidikan dan pemerintah sebagai fasilitator.
“masyarakat harus mendapat informasi pekerjaan dengan baik. Masyarakat juga harus proaktif sejak dini untuk sering mengakses komunikasi dengan dinas tenaga kerja setempat ? jelasnya.
Penelitian terbaru menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi tidak terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Terutama jika di ukur dari tingkat pengangguran dan kemiskinan. Hal itu terlihat di Tanah air, di mana pertumbuhan ekonomi tinggi kurang berkolerasi dengan penurunan angka pengagguran dan kemiskinan.
Efektifitas penggunaan anggaran kemiskinan juga layak di pertanyakan karena tidak mampu mengatasi pengurangan jumlah penduduk miskin dan pengangguran secara signifikan. Pada tahu 2009 dana yang di gelontarkan sebesar RP 71 triliun untuk mengurangi 1,51 juta jiwa penduduk miskin dari awalnya 32,53 juta (2009) menjadi 31,02 juta (2010). Artinya untuk mengetaskan satu orang miskin selama 2009 dibutuhkan dana Rp 47 juta dan kerap di nilai tidak rasional.
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI, wijaya Adi mengatakan, pemerintah lazim memakai data penganggguran terbuka untuk mengukur relasi pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja. Padahal data tersebut tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan riil masyarakat,karena faktanya pekerja berpenghasilan minim dan pekeja dengan jam kerja di bawah standar tidak dikategorikan pengangguran.
“Karena itu LIPI menggunakan istilah setengah pengagguran bagi mereka yang kerjanya kurang dari 35 jam seminggu untuk lebih menggambarkan kesejahteraan,” kata dia
LIPI mencatat, tingkat warga yang termasuk dalam kategori setengah pengagguran terus mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Dari 29,64 juta orang pada 2005 menjadi 32,8 juta pada 2010. Diperkirakan pada tahun 2011,jumlah warga dengan kategori setengah pengangguran diproyeksikan meningkat menjadi 34,32 juta orang
Sumber : http://jarno.web.id

Sabtu, 14 Mei 2011

RI bakal dapat investasi 169,5 triliun

Indonesia diperkirakan bakal mendatangkan dana tambahan investasi sekitar Rp 169,5 triliun saat masuk ke dalam era broadband ekonomi.

Hal ini dikemukakan Staf Ahli Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Telematika Eddy Satrio, Kamis (12/5/2011) di Hotel Borobudur, Jakarta.

"Masuknya Indonesia ke era broadband ekonomi diperkirakan akan mendatangkan tambahan investasi ke dalam perekonomian nasional sebesar Rp 96 triliun sampai dengan Rp169,5 triliun, tergantung dari mekanisme pembangunan yang dipilih," kata Eddy dalam seminar "Broadband sebagai Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Masa Depan".

Bukan itu saja, sumber dana akan disalurkan dari dana APBN sebesar 8 persen dari total investasi. Sementara 92 persen lainnya dari dana swasta atau PPP.

Eddy juga menyinggung mengenai manfaat ekonomi dari broadband dalam tiga golongan ekonomi dari broadband.

Pertama, pemberdayaan ekonomi. Untuk ini, National Broadband Plan menjadi katalisator esensial tercapainya sasaran ekonomi makro seperti yang ditargetkan dalam kerangka ekonomi.

Kedua, potensial tambahan terhadap ekonomi. National Broadband Plan berpotensi mendatangkan investasi tambahan untuk ekonomi nasional.

Dia menjelaskan, hingga 2014, potensinya bisa diperkirakan mencapai Rp 450 triliun dari target PDB nominal Rp 10,854 triliun.

Ketiga, peningkatan digital inclusion dan pengembangan aspek sosial budaya. Broadband akan berperan besar dalam transformasi sosial dan budaya masyarakat. (Srihandriatmo Malau)
Sumber : kompas.com

Rabu, 11 Mei 2011

Aset Negara Rp 225 Triliun Telantar

Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan bahwa aset negara di sektor minyak dan gas tidak jelas pengelolaannya. Padahal, nilai aset telantar itu, menurut taksiran KPK, sekitar Rp 225 triliun.
Barang milik negara itu berupa bangunan, tanah, rig, kapal laut, helikopter, serta mobil. "Adanya di mana sekarang, jumlahnya berapa, kondisinya bagaimana, nilainya berapa, enggak ada yang tahu, padahal punya negara," ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar, akhir pekan ini.
KPK sudah menyampaikan kajiannya kepada pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas dan BP Migas sejak tahun 2008. Selanjutnya, Haryono mengatakan, pemerintah mesti segera mendata aset-aset negara itu. Sebab, potensi terjadinya penyelewengan keuangan negara sangat besar. Sayang, menurut dia, hingga kini proses pendataan itu belum juga ada hasilnya.
Haryono menduga, pemerintah mengalami kendala lantaran tidak punya data. "Waktu ditangani Pertamina komplet, begitu diserahkan ke BP Migas hilang, siapa yang bertanggung jawab di sini enggak ada," katanya.
Haryono mengatakan, aset-aset itu seharusnya masuk ke laporan keuangan pemerintah berapa pun nilainya, termasuk jika memang telah terjadi penyusutan. Karena itu, KPK melaporkan masalah ini langsung kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat (6/5/2011).
Menurut Haryono, Presiden SBY telah memerintahkan Sekretaris Kabinet Dipo Alam dan Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto bersama KPK mengatasi masalah aset negara ini.
Dipo Alam akan mengusulkan adanya rapat terbatas untuk membahas laporan KPK itu. Pertemuan tersebut juga akan mengundang Direktorat Jenderal Migas dan BP Migas. "Kami ingin dapatkan masukan sesuai dengan yang dilaporkan," kata Dipo. (Hans Henricus/Kontan)
Sumber : kompas.com

Masuk The Global 2000

Prestasi perusahaan Indonesia makin diakui dunia. The global 2000 versi majalah Forbest Asia menyebutkan terdapat 11 perusahaan besar asal Indonesia yang masuk dalam jajaran kelas dunia. Enam di antaranya perusahaan pelat merah (BUMN). Selain berkinerja keuangan baik, perusahaan-perusahaan ini memiliki aset besar .

Peringkat Dan Pendapatan Perusahaan
Perusahaan Peringkat Pendapatan
(juta dolar AS)
Bank Mandiri 652 4.506
Telkom 673 6.847
BRI 692 4.078
BCA 755 2.885
BNI 1.296 2.472
PGN 1.325 1.911
Bank Danamon 1.515 2.041
Adaro Energy 1.527 2.855
Gudang Garam 1.573 3.495
Matahari Putra Prima 1.913 948
Semen Gresik 1.939 1.525

Sumber : Republika

Opsi Kenaikan Harga BBM

Pemerintah dan DPR dijadwalkan membicarakan opsi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi jenis premium dan solar menyusul kenaikan harga minyak mentah dunia pada akhir Mei 2011.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Legowo di Jakarta, Senin (9/5/2011) mengatakan, pihaknya terus memantau harga minyak mentah dunia setiap dua hari sekali. "Namun, sampai saat ini, kami belum ada opsi kenaikan harga BBM," katanya.
Sejumlah kalangan meminta pemerintah mempertimbangkan kenaikan harga BBM bersubsidi menyusul harga minyak mentah dunia yang terus berada di kisaran 100 dollar AS per barrel. Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Satya W Yudha meminta pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi jenis premium dan solar sebesar Rp 500 per liter. "Sembari mensosialisasikan dan mempersiapkan infrastruktur program pengendalian yang memang butuh waktu, pemerintah sudah selayaknya menaikkan harga BBM Rp 500 per liter," katanya. Menurut dia, kenaikan harga BBM akan menekan pembengkakan anggaran negara akibat melambungnya harga minyak dunia. "Setiap kenaikan ICP sebesar satu dollar per barel, akan meningkatkan defisit Rp 500 miliar. Ini akan menggerogoti APBN," ujarnya.
Evita mengatakan, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP) selama satu tahun terakhir atau periode Mei 2010-April 2011 sudah mencapai 90 dollar AS per barrel. "Tapi, beberapa hari terakhir, ICP sempat turun jauh," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya secara internal tengah membahas intensif perubahan ICP dalam APBN Perubahan 2011.
Sesuai UU tentang APBN 2011, pemerintah dibolehkan menaikkan harga BBM bersubsidi jika rata-rata ICP selama setahun lebih tinggi 10 persen dibandingkan asumsi 80 dollar AS per barrel atau 88 dollar AS per barrel.
Berdasarkan catatan Tim Harga BBM Kementerian ESDM, harga rata-rata ICP selama setahun yakni periode Mei 2010 hingga April 2011 telah mencapai 89,52 dollar per barrel.
Dengan rincian pada Mei 2010 ICP tercatat 77,02 dollar per barrel, Juni 75,27 dollar, Juli 73,75 dollar, Agustus 75,97 dollar, September 76,76 dollar dan Oktober 82,26 dollar.
Selanjutnya November 2010 sebesar 85,07 dollar per barrel, Desember 91,37 dollar, Januari 2011 97,09 dollar, Februari 103,31 dollar, Maret 113,07 dollar dan April 123,36 dollar per barrel.

Sumber : kompas.com

Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia

Pada akhir tahun tujuh puluhan orang mengenal istilah stagflation (stagnation and inflation), di mana inflasi terjadi berbarengan dengan stagnasi. Dewasa ini Indonesia menghadapi dua kondisi yang terjadi secara simultan yang sifatnya antagonistis, yakni pertumbuhan ekonomi berlangsung serentak dan kemiskinan.

Dari satu segi, kondisi makro ekonomi berada dalam keadaan yang cukup meyakinkan. Tingkat inflasi relatif cukup terkendali pada tingkat satu digit, import-eksport berjalan cukup baik, tingkat bunga lumayan rendah dan cadangan devisa cukup tinggi untuk dapat menjamin import dalam waktu sedang, investasi cukup tinggi (angka-angkanya boleh dilihat sendiri dalam Laporan BPS, Laporan Bank Indonesia dan Nota Keuangan).

Tetapi dari segi mikro, pengangguran dan kemiskinan makin meningkat. Urbanisasi meningkat terutama dari kelompok miskin dan pengemis. Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga disemua kota-kota besar seluruh Indonesia. Semua ini menandakan adanya kemiskinan dan sempitnya kesempatan kerja di pedesaan.

Dibandingkan dengan banyak negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak rendah. Bahkan ketika krisis keuangan global yang menimpa hampir semua negara, sebagai akibat dari krisis kredit perumahan (prime morgate loans) di Amerika, yang bermula pada tahun 2006 sampai tahun 2009, ekonomi Indonesia tidak mengalami goncangan yang berarti.

Kemampuan untuk meredam akibat dari keuangan ini dapat terjadi berkat kebijakan makro ekonomi yang hati-hati dan tepat, di samping kondisi keterbukaan yang memangnya tidak sebesar negara-negara tetangga seperti Singapore dan Malaysia.
Kemampuan Indonesia bertahan terhadap krisis keuangan tersebut menimbulkan keyakinan rakyat pada kemampuan pemerintah SBY Periode I, sehingga dapat memenangkan Pemilihan Umum untuk Priode II. Sayangnya keberhasilan dalam bidang ekonomi pada tataran makro ini tidak mampu menekan tingkat kemiskinan yang sejak lama sudah berlangsung.

Selama masa yang panjang, sejak beberapa dekade yang lalu, di Indonesia berlangsung proses pemiskinan desa secara berkelanjutan. Dalam Era Orde Baru dikenal kebijaksanaan peningkatan ekspor non-migas. Sub-sektor industri non migas ini menjadi prioritas utama. Berbagai fasilitas diberikan kepadanya, termasuk hak untuk membayar upah buruh rendah.

Upah buruh murah ini memang telah menjadi trade mark Indonesia dalam promosi penarikan modal asing. Asumsi yang dipakai, bahwa dengan upah buruh yang murah, maka harga pokok barang-barang yang diproduksi akan murah. Dengan demikian, produk eksport Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi. Padahal, meskipun harga pokok mempunyai korelasi dengan daya saing, karena barang dapat dijual dengan harga murah, tetapi daya saing suatu barang tidak sekadar ditentukan oleh harga (pokok), tetapi juga oleh kualitas barang, teknik marketing , politik/ diplomasi dan lain-lain.

Agar buruh (termasuk PNS) dapat hidup, maka harga bahan makanan harus dapat dipertahankan rendah. Inilah yang menjadi tugas pokok Bulog sejak waktu itu. Jika harga bahan makanan dalam negeri naik, Bulog segera harus mengimpor dari luar negeri. Rendahnya harga bahan makanan yang note bene hasil produksi petani, mengakibatkan terjadinya proses pemiskinan petani di daerah pedesaan secara berkelanjutan.

Perbedaan dua kondisi yang yang berlangsung secara terus menerus tersebut selama masa yang panjang telah mengakibatkan semakin melebarnya ketimpangan ekonomi antar penduduk di Indonesia. Hal yang perlu diindahkan adalah, jika ketimpangan pendapatan antar penduduk sudah sangat lebar, akan terdapat kecenderungan mengaburnya pertumbuhan ekonomi sebagai ukuran dari pembangunan. Artinya, setiap kita melihat adanya pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh peningkatan pendapatan per kapita, sulit dirasakan, pada saat yang sama boleh jadi sedang berlangsung proses pemiskinan.

Sumber : http://mukomukokab.bps.go.id

Tingkat Inflasi Indonesia Terkendali

Vice President Research and Analyst PT Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere memperkirakan tingkat inflasi Indonesia akan tetap terkendali hingga akhir tahun.

"Seharusnya (inflasi) tidak lebih dari 8 persen (sampai akhir tahun)," ucap Nico di sela-sela sosialisasi Kartu AKSes (Acuan Kepemilikan Sekuritas) di Pontianak, Kamis (5/5/2011).

Bahkan, ia menilai tingkat inflasi bisa tetap di bawah 7 persen jika melihat kondisi deflasi beberapa bulan ini. "Saya pikir (inflasi) tidak akan sebesar negara-negara maju," ungkapnya, membandingkan kondisi Indonesia dengan negara-negara maju.

Menurut Nico, tingkat inflasi di sejumlah negara maju cukup tinggi karena pencetakan uang demi menutupi defisit anggaran mereka. Kemudian, nilai mata uang mereka pun turun. "Inflasi seharusnya naik dengan cepat di negara-negara tersebut," tuturnya. Dengan turunnya nilai mata uang, harga barang impor akan naik.

Untuk itu, ia mengkhawatirkan negara-negara Eropa dan Jepang. Deflasi yang dialami Jepang selama 20 tahun, lanjut dia, dapat terganggu oleh peristiwa gempa dan tsunami beberapa waktu lalu. "Ini dalam jangka menengah bisa meningkatkan inflasi secara cepat," ujar Nico memprediksikan kondisi moneter Jepang.

Mengenai Indonesia, Nico menuturkan, memang ada kecenderungan naik. Namun, sekalipun naik, tetapi masih tetap terkendalikan. "Naik, ya. Kalau misalnya bahan bakar naik, bahan makanan naik, ya siapa pun pasti akan merasakan dampaknya," ungkapnya.

Untuk itu, ia memperkirakan, jika Bank Indonesia membiarkan rupiah menguat secara pelan tapi pasti, seharusnya inflasi masih dalam skala yang wajar.

Seperti telah diberitakan, Indonesia mengalami deflasi selama beberapa bulan terakhir. "Deflasi (April) 0,31 persen. Nyaris sama dengan deflasi yang terjadi pada bulan lalu (sebesar) 0,32 persen," ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan di Jakarta, Senin (2/5/2011).

BPS menilai, deflasi dapat terjadi karena penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya indeks pada kelompok bahan makanan sebesar 1,9 persen. Secara keseluruhan, inflasi tahun kalender Januari-April 2011 sebesar 0,39 persen. Adapun laju inflasi year-on-year sebesar 6,16 persen.

Sumber : kompas.com

Perkembangan Ekonomi Indonesia

Krisis nilai tukar telah menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam sejak bulan Juli 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam triwulan ketiga dan triwulan keempat menurun menjadi 2,45 persen dan 1,37 persen. Pada triwulan pertama dan triwulan kedua tahun 1997 tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8,46 persen dan 6,77 persen. Pada triwulan I tahun 1998 tercatat pertumbuhan negatif sebesar -6,21 persen.

Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya. Kelambatan ini terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia dan beban pembayaran hutang luar negeri yang semakin membengkak sejalan dengan melemahnya rupiah serta semakin tingginya tingkat bunga bank. Kerusuhan yang melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998 diperkirakan akan semakin melambatkan kinerja swasta yang pada giliran selanjutnya menurunkan lebih lanjut pertumbuhan ekonomi, khususnya pada triwulan kedua tahun 1998. (grafik 1)
alt

Sementara itu perkembangan ekspor pada bulan Maret 1998 menunjukkan pertumbuhan ekspor nonmigas yang menggembirakan yaitu sekitar 16 persen. Laju pertumbuhan ini dicapai berkat harga komoditi ekspor yang makin kompetitif dengan merosotnya nilai rupiah. Peningkatan ini turut menyebabkan surplus perdagangan melonjak menjadi 1,97 miliar dollar AS dibandingkan dengan 206,1 juta dollar AS pada bulan Maret tahun 1997. Impor yang menurun tajam merupakan faktor lain terciptanya surplus tersebut. Impor pada bulan Maret 1998 turun sebesar 38 persen sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi.

Sub Contents

1. Perkembangan Keuangan Negara
2. Perkembangan Inflasi
3. Perkembangan Moneter
4. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Informasi Lainnya :
Masalah-masalah Pokok dan Rekomendasi Kebijakan Investasi 12 file

Perekonomian Indonesia

1. Perekonomian Indonesia Tahun 2006 : Prospek dan Kebijakan - 4 file
2. Perekonomian Indonesia Tahun 2007 : Prospek dan Kebijakan - 4 file
3. Perekonomian Indonesia Tahun 2005 : Prospek dan Kebijakan - 4 file
4. Tahun 2004: Prospek dan Kebijakan - 9 file

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (PJM)

1. Tahun 2005-2009 per 25 Februari 2004
2. Tahun 2005-2009 per 20 Desember 2003

Visi dan Arah Pembangunan Jangka Panjang (PJP)

1. Tahun 2005-2025 per 7 Januari 2005 - 3 file
2. Tahun 2005-2025 per 25 Februari 2004 - 3 file
3. Tahun 2005-2025 per 20 Desember 2003 - 3 file
4. Tahun 2005-2025 per 29 Oktober 2003 - 4 file

Laporan Studi Pengembangan Indikator Ekonomi Makro 3 file

Laporan Perkembangan Ekonomi Makro (Triwulanan) 4 file

Tahun 2005-2009 per 25 Februari 2004

Sumber : http://www.bappenas.go.id

Indonesia dan Problem Kemiskinan

Pada mulanya adalah kemiskinan. Lalu pengangguran. Kemudian kekerasan dan kejahatan [crime]. Martin Luther King [1960] mengingatkan, "you are as strong as the weakestof the people." Kita tidak akan menjadi bangsa yang besar kalau mayoritas masyarakatnya masih miskin dan lemah. Maka untuk menjadi bangsa yang besar mayoritas masyarakatnya tidak boleh hidup dalam kemiskinan dan lemah.
Sesungguhnya kemiskinan bukanlah persoalan baru di negeri ini. Sekitar seabad sebelum kemerdekaan Pemerintah Kolonial Belanda mulai resah atas kemiskinan yang terjadi di Indonesia [Pulau Jawa]. Pada saat itu indikator kemiskinan hanya dilihat dari pertambahan penduduk yang pesat [Soejadmoko, 1980].
Kini di Indonesia jerat kemiskinan itu makin akut. Jumlah kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 saja mencapai 32,53 juta atau 14,15 persen [www.bps.go.id]. Kemiskinan tidak hanya terjadi di perdesaan tapi juga di kota-kota besar seperti di Jakarta. Kemiskinan juga tidak semata-mata persoalan ekonomi melainkan kemiskinan kultural dan struktural.
Pertanyaannya seberapa parah sesungguhnya kemiskinan di Indonesia? Jawabannya mungkin sangat parah. Sebab, kemiskinan yang terjadi saat ini bersifat jadi sangat multidimensional. Hal tersebut bisa kita buktikan dan dicarikan jejaknya dari banyaknya kasus yang terjadi di seluruh pelosok negeri ini.

Hakikat Kemiskinan
Meski kemiskinan merupakan sebuah fenomena yang setua peradaban manusia tetapi pemahaman kita terhadapnya dan upaya-upaya untuk mengentaskannya belum menunjukan hasil yang menggembirakan. Para pengamat ekonomi pada awalnya melihat masalah kemiskinan sebagai "sesuatu" yang hanya selalu dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi saja.
Hari Susanto [2006] mengatakan umumnya instrumen yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat tersebut miskin atau tidak bisa dipantau dengan memakai ukuran peningkatan pendapatan atau tingkat konsumsi seseorang atau sekelompok orang. Padahal hakikat kemiskinan dapat dilihat dari berbagai faktor. Apakah itu sosial-budaya, ekonomi, politik, maupun hukum.
Menurut Koerniatmanto Soetoprawiryo menyebut dalam Bahasa Latin ada istilah esse [to be] atau [martabat manusia] dan habere [to have] atau [harta atau kepemilikan]. Oleh sebagian besar orang persoalan kemiskinan lebih dipahami dalam konteks habere. Orang miskin adalah orang yang tidak menguasai dan memiliki sesuatu. Urusan kemiskinan urusan bersifat ekonomis semata.

Kondisi Umum Masyarakat
Mari kita cermati kondisi masyarakat dewasa ini. Banyak dari mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Bahkan, hanya untuk mempertahankan hak-hak dasarnya serta bertahan hidup saja tidak mampu. Apalagi mengembangkan hidup yang terhormat dan bermartabat. Bapenas [2006] mendefinisikan hak-hak dasar sebagai terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Krisis ekonomi yang berkepanjangan menambah panjang deret persoalan yang membuat negeri ini semakin sulit keluar dari jeratan kemiskinan. Hal ini dapat kita buktikan dari tingginya tingkat putus sekolah dan buta huruf. Hingga 2006 saja jumlah penderita buta aksara di Jawa Barat misalnya mencapai jumlah 1.512.899. Dari jumlah itu 23 persen di antaranya berada dalam usia produktif antara 15-44 tahun. Belum lagi tingkat pengangguran yang meningkat "signifikan." Jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 di Indonesia sebanyak 12,7 juta orang. Ditambah lagi kasus gizi buruk yang tinggi, kelaparan/busung lapar, dan terakhir, masyarakat yang makan "Nasi Aking."
Di Nusa Tenggara Timur (NTT) 2000 kasus balita kekurangan gizi dan 206 anak di bawah lima tahun gizi buruk. Sedangkan di Bogor selama 2005 tercatat sebanyak 240 balita menderita gizi buruk dan 35 balita yang statusnya marasmus dan satu di antaranya positif busung lapar. Sementara di Jakarta Timur sebanyak 10.987 balita menderita kekurangan gizi. Dan, di Jakarta Utara menurut data Pembinaan Peran Serta Masyarakat Kesehatan Masyarakat [PPSM Kesmas] Jakut pada Desember 2005 kasus gizi buruk pada bayi sebanyak 1.079 kasus.

Dampak Kemiskinan
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks. Pertama, pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup "fantastis" mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini.
Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.
Dalam konteks daya saing secara keseluruhan, belum membaiknya pembangunan manusia di Tanah Air, akan melemahkan kekuatan daya saing bangsa. Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. Dalam konteks daya beli di tengah melemahnya daya beli masyarakat kenaikan harga beras akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Razali Ritonga menyatakan perkiraan itu didasarkan atas kontribusi pangan yang cukup dominan terhadap penentuan garis kemiskinan yakni hampir tiga perempatnya [74,99 persen].
Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan [growth]. Ketika terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997 silam misalnya banyak perusahaan yang melakukan perampingan jumlah tenaga kerja. Sebab, tak mampu lagi membayar gaji karyawan akibat defisit anggaran perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus dirumahkan atau dengan kata lain meraka terpaksa di-PHK [Putus Hubungan Kerja].
Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.
Ketiga, pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.
Bagaimana seorang penarik becak misalnya yang memiliki anak cerdas bisa mengangkat dirinya dari kemiskinan ketika biaya untuk sekolah saja sudah sangat mencekik leher. Sementara anak-anak orang yang berduit bisa bersekolah di perguruan-perguruan tinggi mentereng dengan fasilitas lengkap. Jika ini yang terjadi sesungguhnya negara sudah melakukan "pemiskinan struktural" terhadap rakyatnya.
Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
Keempat, kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
Kelima, konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan "keamanan" dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.
Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.

Musuh Utama Bangsa
Tidak dapat dipungkiri bahwa yang menjadi musuh utama dari bangsa ini adalah kemiskinan. Sebab, kemiskinan telah menjadi kata yang menghantui negara-negra berkembang. Khususnya Indonesia. Mengapa demikian? Jawabannya karena selama ini pemerintah [tampak limbo] belum memiliki strategi dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang jitu. Kebijakan pengentasan kemiskinan masih bersifat pro buget, belum pro poor. Sebab, dari setiap permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran, dan kekerasan selalu diterapkan pola kebijakan yang sifatnya struktural dan pendekatan ekonomi [makro] semata.
Semua dihitung berdasarkan angka-angka atau statistik. Padahal kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus dilihat dari segi non-ekonomis atau non-statistik. Misalnya, pemberdayaan masyarakat miskin yang sifatnya "buttom-up intervention" dengan padat karya atau dengan memberikan pelatihan kewirauasahaan untuk menumbuhkan sikap dan mental wirausaha [enterpreneur].
Karena itu situasi di Indonesia sekarang jelas menunjukkan ada banyak orang terpuruk dalam kemiskinan bukan karena malas bekerja. Namun, karena struktur lingkungan [tidak memiliki kesempatan yang sama] dan kebijakan pemerintah tidak memungkinkan mereka bisa naik kelas atau melakukan mobilitas sosial secara vertikal.

Paradigma Pembangunan
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas kuncinya harus ada kebijakan dan strategi pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan jangka panjang. Pemerintah boleh saja mengejar pertumbuhan-ekonomi makro dan ramah pada pasar. Tetapi, juga harus ada pembelaan pada sektor riil agar berdampak luas pada perekonomian rakyat.
Ekonomi makro-mikro tidak bisa dipisahkan dan dianggap berdiri sendiri. Sebaliknya keduanya harus seimbang-berkelindan serta saling menyokong. Pendek kata harus ada simbiosis mutualisme di antara keduanya.
Perekonomian nasional dengan demikian menjadi sangat kokoh dan vital dalam usaha pemenuhan cita-cita tersebut. Perekonomian yang tujuan utamanya adalah pemerataan dan pertumbuhan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab, tanpa perekonomian nasional yang kuat dan memihak rakyat maka mustahil cita-cita tersebut dapat tercapai. Intinya tanpa pemaknaan yang subtansial dari kemerdekaan politik menjadi kemerdekaan ekonomi maka sia-sialah pembentukan sebuah negara. Mubazirlah sebuah pemerintahan. Oleh karenanya pentingnya menghapus kemiskinan sebagai prestasi pembangunan yang hakiki. [Dari berbagai sumber].

Sumber : http://us.suarapembaca.detik.com